Sekapur Sirih

Pada saat ekspansi kekuasaan oleh kerajaan Majapahit ke Bali, ekspedisi Majapahit dipimpin oleh Mahapatih Gajah Mada ditemani oleh Arya Dhamar /Adityawarman beserta adik adiknya yang merupakan kesatria keturunan kediri yang terdiri dari Arya Kenceng, Arya kuta Waringin, Arya Sentong, dan Arya Belog.

Masing-masing kesatria tersebut memimpin pasukannya menyerang dari segala penjuru mata angin. Setelah Bali berhasil ditaklukan oleh Mahapatih Gajah Mada, Arya Damar kembali ke Majapahit, kemudian diangkat sebagai Raja di Palembang. Adik-adik beliau ditempatkan sebagai Raja di masing-masing daerah di Bali seperti Arya Kenceng di Tabanan, Arya Belog di Kaba-kaba dan sebagainya.

Arya Kenceng di Tabanan kemudian melahirkan keturunan dinasti Raja Raja Tabanan. Dalam perjalanan sejarahnya, Arya Kenceng juga berperan dalam mendirikan kerajaan Badung yang dalam masa penjajahan Belanda sangat gigih menentang pemerintahan Hindia Belanda di Bali, sehingga meletus perang yang terkenal dengan perang Puputan Badung. Karena merasakan adanya kedekatan hubungan darah dan tali persaudaraan yang kuat antara Raja Tabanan dan Raja Badung, sehingga dalam perang Puputan Badung tersebut, Raja Tabanan Ida Cokorda Rai Perang tewas muput raga/menusuk diri di daerah Mengwi pada tahun 1906, karena Raja Tabanan Ida Cokorda Rai Perang mendengar bahwa Raja Badung telah wafat dalam perang Puputan Badung dan beliau tidak mau tunduk kepada Belanda dan begitu pula dengan Putra mahkota Raja Tabanan KI Gusti Ngurah Gede Pegeg, juga ikut muput raga/menusuk diri bersama ayah beliau. Begitu besar rasa ikatan persaudaraan dan pertalian darah antara Raja Badung dan Raja Tabanan hingga berakhir dengan bunuh diri sehingga di Puri Agung Tabanan kemudian hanya tersisa 2 dua orang Putri Raja dari permaisuri yakni Sagung Ayu Oka dan Sagung Ayu Putu. Karena Kerajaan Tabanan dianggap memihak Kerajaan Badung dan tidak mau tunduk kepada Pemerintah Hindia Belanda, maka Puri Agung Singasana dan Puri Oka Tabanan (Puri Kanginan) dibumi hanguskan oleh oleh Belanda. Kemudian dalam perlawanan melawan Belanda, seluruh keluarga Puri Oka mengungsi kedaerah Penebel, hingga akhirnya mendirikan kembali Puri Oka Tabanan di Desa Jegu Kecamatan Penebel. Sedangkan Putri Raja masing masing Sagung Ayu Oka kemudian menikah dengan Mr. Kramer seorang Klerk Kontrolir Belanda, dan Sagung Ayu Putu menikah dengan Ki Gusti Ngurah Anom, di Puri Anom Tabanan.

Dalam masa penjajahan Belanda, Pemerintah Hinda Belanda kemudian membentuk suatu daerah otonomi yang dipimpin oleh seorang self bestur. Daerah kekuasaan self bestur ini disesuaikan dengan pembagian kerajaan sebelumnya. Untuk wilayah Tabanan dan Badung self bestur diberi gelar Ida Cokorda, Gianyar Ida Anak Agung dan sebagainya...

Disadur dari berbagai sumber






Tuesday, December 3, 2013


 Jalur hijau di Tabanan akan dikurangi ??

Tabanan, DenPost         Rapat Pansus VII DPRD Tabanan, Kamis (22/8) kemarin, salah satunya membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Jalur Hijau, yang beberapa waktu lalu diajukan eksekutif. Dalam rapat tersebut terungkap bahwa lebih dari empat kilometer jalur hijau di Tabanan akan dikurangi. Saat pembahasan jalur hijau sempat menyita perhatian anggota Pansus. Sebab, dalam draf rancangan eksekutif sebagai revisi Perda No. 11 Tahun 2002, terungkap jika ribuan meter jalur hijau di Tabanan akan dikurangi alias dihapuskan.
         I Wayan Wirawan, misalnya, tidak ingin ranperda tersebut akan tumpang tindih dengan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang menjelaskan paling sedikit 30 persen ruang terbuka hijau, 10 persen di antaranya ruang hijau pribadi, dan selebihnya ruang hijau publik. “Yang jadi pertanyaan, mengapa justru pada ranperda yang diajukan eksekutif itu jalur hijau dikurangi, bahkan ada yang akan dihapuskan,” tandasnya.
          Anggota Pansus I Gede Artawan juga menyayangkan ranperda tersebut. “Apa jadinya Tabanan ke depan. Tabanan yang dijuluki lumbung beras bisa berubah menjadi lumbung beton,” tukasnya, seraya menyebut adanya ketidakberesan dalam persoalan ini, sekaligus mencurgai adanya pesanan investor yang ingin membabat jalur hijau di Tabanan.
          Menurutnya, jika ranperda tersebut sampai diloloskan, maka dikhawatirkan akan menimbulkan polemik di masyarakat yang menolak penghapusan jalur hijau. “Berapa petani yang akan dirugikan karena tanahnya dibeli investor. Petani justru akan jadi pendatang di tanahnya sendiri,” tukas De Bole, panggilan akrab Artawan.
         Sementara Ketua Pansus VII DPRD Tabanan, Agus Putu Ekananda Arsajaya dan Sekretaris I Wayan Tamba, yang memimpin rapat tidak mendapatkan titik temu. Mereka menyepakati ranperda soal jalur hijau akan dibahas lebih mendalam pada rapat kerja dengan eksekutif, Jumat (23/8) ini. “Kita akan pertanyakan penghapusan ini dengan eksekutif dalam rapat kerja. Kalau perlu akan kita bawa untuk konsultasi ke kementerian,” tegas Ekananda. (121)

 

No comments: